Rabu, 16 Juni 2010

cerita rakyat raja Badau

Pada tahun 1500 datanglah seorang bangsawan dari jawa yang berasal dari kerajaan majapahit ke pulau Belitung terlebih dahulu menuju ke kesultan Palembang.Bangsawan ini adalah Datuk Mayang Gersik.Kedatangan beliau ke pulau Belitung dalam perjalanannya mencari obat untuk mengobati penyakit yang sedang di deritanya, atas anjuran sultan Badarudin, beliau menuju kepulau Belitung memasuki sungai Cerucuk dan menetap di kota karang(Cerucuk).

Kemudian beliau di kota karang ini hanya untuk beberapa waktu saja yang disebabkan karena ancaman bajak laut atau lanun-lanun yang selalu berkeliaran di sepanjang jalur pelayaran sungai Cerucuk.Karena keamanan kurang terjamin,maka beliau meneruskan perjalanan untuk mencari tempat yang masih aman dan menetap.Beliau meneruskan perjalanan memasuki sungai Cerucuk sampai ke hulu sungai dan memasuki lagi sungai berang dan kemudian menetap di kaki gunong badau (daerah Pelulusan).

Setelah didapati obat yang akhirnya dapat menyembuhkan penyakit yang di deritanya dan penghidapan sudah menetap akhirnya beliau menikah dengan penduduk setempat dari perkawinan inilah lahir seorang putra yang bernama Batin Badau.

Pada masa pemerintahannya Datuk Mayang Gersik dapat menakhlukan daerah sekitarnya seperti Badau,Ibul,Bangek,Bentaian,Simpangtige bahkan jauh sampai ke daerah Buding,Manggar serta daerah Gantong juga tunduk atas pemerintahan beliau yang arif dan bijaksana itu.

Setelah beliau memerintah cukup lama, datanglah utusan dari pulau jawa dengan perantaran kesultanan Palembang yang membawa alat-alat kekuasaan dan kebesaran yang berarti Datuk Mayang Gersik tunduk kepada kerajaan Majapahit yang ada di pulau jawa.Alat-alat kekuasaan dan kebesaran tersebut berupa :

1. Sebilah tombak berlok 13

2. Sebilah keris

3. Sebuah periuk api

4. Sebuah ular-ularan dan

5. Sepasang bendera Merah dan Putih

Dari tombak berlok 13 dapat kita pastikan bahwa itu benar-benar berasal dari kerajaan majapahit.Tombak ini sampai sekarang masih dipegang oleh keturunan beliau yaitu kik djoeki.Karena kesaktiannya tombak itu tidak sembarangan orang dapat memegangnya dan begitu pula tidak boleh di keluarkan sampainpada batas pintu depan rumah kik djoeki tersebut.Sedangkan bendera yang di bawa itu merupakan bendera yang terbentuk segitiga sikusiku yang terpisah antara merah dan putihnya yang sudah kita kenal semenjak kerajaan majapahit berkuasa di numi nusantara ini.Dengan tersebarnya bendera ini, menunjukan betapa megahnya bendera ini di tanah air sejak dulu kala.Sayang sekali bendera ini sudah tidak ada lagi karena lamanya dan begitu pula alat-alat kekuasaan seperti periuk api sudah tidak ada.Hanya tombaklah yang dapat membuktikan akan kebesaran kerajaan badau sampai saat ini.

Selain dari alat-alat kekuasaan dan kebesaran tersebut terdapat pula seperngkat alat-alat kesenian berupa: gong,kelinang dll.Kesemua alat-alat kebesaran dan kekuasaan ini tidak dapatv disatukan di museum UPT Belitung di Tanjungpandan dengan peninggalan-peninggalan lainnya dari kerajaan balok dan belantu oleh karena itu yang dapat kita lihat di museum terseut hanyalah peninggalan dari kerajaan Balok dan Belantu saja.

Setelah Datuk Mayang Gersik wafat dan di makamkan di atas gunong lilangan maka kekuasaan dilanjutkan oleh putra beliau, Batin Badau.Batin Badau tidak dapat memerintah lebih lama dimana akhirnya beliaupun wafat dan di makamkn di samping makam ibunya di kaki gunong Badau.Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Badih Patah masa pemerintahan beliau tidak banyak hal-hal yang diketahui hingga wafatnya di makamkan di atas gunong lilangan yang berdekatan dengan makam Datuk Mayang Gersik.Dari bdin Patah pemerintahan dilanjutkan oleh Datuk Badu kemudian pemerintahannya di serahkan ke Datuk Deraim.Seperti halnya dengan raja-raja terdahulu maka Datuk Badu dan Datuk Deraim wafat nya juga di makamkan di gunon g lilangan.

Setelah Datuk Deraim wafat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuk Abdul Rachman.Pada masa pemerintahan beliau pulau Belitung sudah di jajah Belanda sehingga beliau memerintah di bawah kekeuasaan Belanda.Datuk Abdul Rachman diangkat Belanda menjadi kepala Distrik Badau dengan besluit No.15 tanggal 25 oktober 1853, sedangkan gaji beliau tidak di bayar pemerintahan Belanda ,melainkan oleh rakyat jajahannya dengan berkerja selama lima hari dalam setahun untuk pembayaran gaji tersebut secara berkelompok.Begitulah kejamnya penjajahan Belanda yang semata-mata hanya untuk mengeruk keuntungnnya saja.

Beliau berhenti dari perkerjaannya setelah jabatan kepala distrik di hapuskan dan di pindahkan ke Tanjngpandan dan untuk selanjutnya jabatan tersebut diganti dengn pangkat mandor kampong.

Setelah Datuk Abdul Rachman wafat dan di makamkan di atas gunong lilangan jabatan dipegang oleh Datuk Abdul Lawal yang berkedudukan di Badau beliau diangkat sebagai mandor kampong Badau.Dari perkawiananya beliau mempunyai seorang putra yaitu Kik Mohammad arief.Sebagai pengganti Datuk Abdul Lawal yang wafat dan di makamkan di kampong Badau.Pada masa pemerintahan Kik Mohammad Arief mandor kampong diganti menjdi dengan pangkat lurah kampong Badau, beliau memerintah sebagai lurah yang mengawasi daerah sekitarnya dan beliau juga memegang alat-alat kebesaran dan kekuasaan yang suah turun temurun itu.Dapat di tambahkan selain dari alat-alat tersebut masih terdapat tiga buah pedang pengawal Datuk Mayang Gersik hingga kini alat-alat kekeuasaan tersebut masih ada berupa tombak berlok 13, tiga buah pedang beberapa keeping kayu gharu yang dianggap memepunyai khasiat bagi sesuatu hal dalam kampong Badau dan sekitarnya.

kik Mohammad Arief mepunyai yujuh orang anak, anaknya yang sulung bernama Djamal melihat dari silsilahnya maka Djamal inilah yang hak atas alat-alat kekuasaan dan kebesaran itu sebagai pengganti Kik Mohammad Arief.Djamal mempunyai dua orang anak itu tidak sanggup untuk memegang alat-alat tersebut begitu pula diantara kedua orang anaknya maka pe ninggalan tersebut diserahkan kepda adik kandung kik Mohammad Arief yang bungsu yaitu Kik Djoeki.KIk Mohammad Arief wafat dan di makamkan di kampong Badau hingga kini pennggalan tersebut dipegang oleh kik Djoeki yang berada di kampong Badau Kik Djoeki empunyai tujuh orang anak putranya yang sulung ialah Djohar yang kemungkinan besar akan menggantikan beliau untuk memegang benda-benda peninggalan tersebut.

Akhirnya Dapat kita tarik kesimpulan betapa besarnya kekuasaan raja badau dan betapa agungnya jiwa yang terdapat dalm raganya yang dapat di buktikan dengan kelimakam yamg berada di atas gunong lilanagn.